Minggu, 21 Oktober 2012

ALIRAN FILSAFAT, TOKOH, DAN IDENYA



Oleh
Siti Subekti (09301241018)

A.    Pendahuluan
Filsafat merupakan olah pikir. Oleh karena setiap orang memiliki olah pikir yang berbeda, maka setiap orang juga dapat berfilsafat yang berbeda. Perbedaan filsafat ini tentunya disebabkan banyak hal, misalkan lingkungan. Orang yang hidup dalam lingkungan petani tentu memiliki filsafat yang berbeda dengan orang yang hidup di lingkungan nelayan. Zaman pun merupakan hal yang dapat mempengaruhi olah pikir dan filsafat seseorang. Oleh karena itu, dari zaman ke zaman, lahir suatu aliran filsafat yang dipelopori oleh seorang tokoh. Pada zaman tertentu, seorang tokoh memiliki suatu pendapat. Jika orang lain setuju dengan pendapat tersebut, maka ia akan menajdi pengikutnya. Tokoh dengan ide dan pengikutnya inilah yang mencetuskan suatu aliran filsafat.

B.     Aliran Filsafat, Tokoh, dan Idenya
1.      Masa Yunani Kuno
Periode Yunani Kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam. Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Tokoh-tokoh yang berperan pada masa ini antara lain Permenides dan Heraclitos.
a.      Parmenides
Parmenides lahir di kota Elea. Dia merupakan orang yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada (being). Menurut pendapatnya, apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada (being) itu ada, yang ada tidak dapat hilang menjadi tidak ada, dan yang tidak ada tidak mungkin muncul menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada, sehingga tidak dapat dipikirkan Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Jadi, yang ada (being) itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
b.      Heraclitos
Ia lahir di Ephesus, ia mendapat julukan si gelap, karena untuk menelusuri gerak pikirannya sangat sulit. Pemikiran filsafat nya terkenal dengan filsafat menjadi. Ucapannya yang terkenal: Panta rhei kai uden menci, artinya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai dan tidak satu orang pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali. Alsannya, karena air sungai yang pertama telah mengalir, berganti dengan air yang berada dibelakangnya.
Heraclitos yang mengemukakan pendapatnya bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubahnya sesuatu itu menjadi abu atau asap.Segala sesuatunya berasal dari api, dan akan kembali ke api. Menurut pendapatnya, di dalam arche terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh) yang disebutnya sebagai logos (akal atau semacam wahyu).
2.      Masa 0 Masehi
Masa ini disebut juga masa Yunani Klasik. Pada periode Yunani Klasik ini semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode Yunani Klasik ini adalah Sofisme. Sofisme ini berasal dari kata sophos yang artinya cerdik pandai. Keahlian mereka adalah dalam bidang bahasa, politik, retorika, dan terutama tentang kosmos. Tokoh-tokoh yang berperan dalam masa ini antara lain Plato, Socrates, dan Aristoteles.
a.      Plato
Ia lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan Elia. Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama: mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenidas). Pengetahuan yang diperoleh lewat indra disebutnya pengetahuan indra, pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan akal.
Plato menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, serta dunia ide yang bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas itu adalah dunia ide. Plato mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya. Masalah tersebut adalah sebagai berikut.
¾    Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
¾    Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia.
¾    Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-lain.
¾    Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai peraturan.
Plato merupakan salah satu penganut aliran idealisme, yaitu suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masing-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma.
Puncak pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang negara, yang tertera dalam Polites dan Nomoi. Konsepnya tentang etika sama seperti Socrates, yaitu bahwa tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau wellbeing).
b.      Socrates
Setiap mengajarkan pengetahuannya socrates tidak memungut bayaran kepada murid-muridnya. Maka ia dituduh oleh kaum sofis memberikan ajaran barunya, merusak moral para pemuda, dan menentang kepercayaan negara. Kemudian ia ditangkap dan akhirnya dihukum mati dengan minum racun pada umur 70 tahun, yaitu pada tahun 399 SM.
Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
c.       Aristoteles
Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan/benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Aristoteles menulis banyak bidang, meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan.
Karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan sebagai berikut:
1)      Logika, terdiri dari Categoriac (kategori-kategori), De interpretatione (perihal penafsiran), Analytics Priora (Analitika logika yang lebih dahulu), Analytica Posteriora (analitika logika yang kemudian), Topica, De sophistics elenchis (tentang cara beragumentasi kaum Sofis)
2)      Filsafat Alam, terdiri dari Phisica, De caelo (perihal langit), De generatione et corruption (tentang timbul-hilangnya makhluk-makhluk jasmani), Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya)
3)      Psikologi, terdiri dari de anima (perihal jiwa), parva naturalia (karangan-karangan kecil tentang pokok-pokok alamiah)
4)      biologi, terdiri dari de partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang), de mutu animalium (perihal gerak binatang), de incessu animalium (tentang binatang yang berjalan), de generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang)
5)      Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologica.
6)      Etika, terdiri dari Ethica Nicomachea, Magna moralia (karangan besar tentang moral), Ethica Eudemia
7)      Politik dan ekonomi, terdiri dari Politics, Economics
8)      Retorika dan poetika, terdiri dari Rhetorica dan Poetica

3.      Jaman Kegelapan
Jaman ini terjadi pada Abad 12 M hingga 13 M. Pada jaman ini, pendapat para pemikir terbelenggu dalam suasana gereja dan kebijaksanaan gereja. Manusia tidak bisa menentukan dan mengembangkan pendapatnya sendiri. Pemikiran yang dihasilkan selalu diawasi dan disensort oleh gereja. Apabila ada yang tidak sesuai dengan garis-garis yang ditentukan gereja, apalagi bertentangan dengan kepentingan gereja, mati adalah yang terbaik bagi pemikir itu. Oleh karenanya, dominasi gereja sangat kuat.
Pandangan dunia klasik era Plato dan Aristoteles yang bersifat kosmos alam, rasional, bermoral, dan hanya diketahui oleh pikiran manusia, berubah 180 derajat di era Scholastik ini. Pandangan dunia ini tergantikan dengan supranatural gereja, yang sumbernya adalah wahyu dari surga, serta keyakinan fundamental tentang, seperti inkarnasi dan Trinitas, adalah dogma yang harus diterima dengan keyakinan, melampaui kekuatan pikiran manusia unuk menjelaskan atau membuktikannya.
Filsafat Abad Kegelapan ini terbagi menjadi tiga fase yaitu :
  1. Fase Pertama adalah peralihan dari filsafat Yunani ke filsafat Pertengahan, sekitar abad ke IV – IX M. Dan tokoh yang muncul adalah St. Augustinus (+ 354 – 430 M.) dan Dionisius, uskup dari Syiria (+ 360 M). Era ini sering disebut Platonis-Masehi.
  2. Fase Kejayaan, yaitu kisaran abad ke-XII M. Dengan tokoh yang muncul seperti Scott Eriugena (+ abad ke-IX M.), St. Anselmus, sosok Platonist yang apologist dan theologis (+ abad ke-XI M.) dan Thomas Aquinas (+ abad ke-XIII M.) Era ini ditandai dengan penyalinan buku-buku filsafat dari Dunia Arab (Islam) ke Eropa.
  3. Fase Kemunduran, pada kisaran abad ke-XIV M. Tokoh yang terkenal adalah Nicolous Cusanus (1401 – 1404 M). Era ini ditandai dengan munculnya kebencian pada pandangan murni dan beralih ke kenyataan, dan lebih dikenal dengan sebutan Fase Nominalisme.
Dari sini, cirri khas yang bisa dikenal dalam pembahasan filsafat Era Pertengahan ini adalah dengan :
-          Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.
-          Berfilsafat dalam lingkungan ajaran Aristoteles dan Plato.
-          Berfilsafat dengan menggunakan pendapat Augustinus dan lain-lain tanpa ada kritik.
Pemikir pada abad ini, lebih condong pada pemikiran filsafat Neo-Platonist dan Aristoteles. Penemuan ilmu dapat berasal dari hasil empiris, seperti hal Ptolomues memperhatikan perpindahan kemunculan bintang di langit hingga Ptolomeus berpendapat bahwa bumi merupakan pusat dari jagad raya dan paham tersebut menjadi ilmu dan didukung oleh gereja.
4.      Jaman pengerahan
Paham Ptolomeus dibantah oleh Nicolaus Copernicus, yang berpendapat bahwa mataharilah yang menjadi pusat dari tata surya di jagar raya ini dan keberanian Copernicus membantah absolutisme gereja merupakan hal yang revolusioner dalam ilmu pengetahuan hingga moment tersebut banyak para ahli mengatakan bahwa saat itu disebut revolusi intelektual.

5.      Jaman Modern Abad 16 awal
Jaman ini terdiri atas dua aliran filsafat, yaitu Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes dan Empirisme dengan tokohnya David Hume. Selain itu, muncul juga aliran Materialism, yaitu suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari pada materi (benda). Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide ditempatkan di sekundernya. Sebab materi ada terlebih dahulu baru ada ide. Pandangan ini berdasakan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat.
a.      Rene Descartes
Descartes mengatakan bahwa aku itu terdiri dari dua substansi, yakni substansi jiwa dan substansi jasmani atau materi. Descartes selanjutnya membedakan antara substansi manusia dan hewan pada rasio atau jiwanya.
Descartes mengatakan, manusia memiliki kebebasan yang mana tidak dimiliki oleh hewan. Hewan dalam perilakunya selalu terbentuk secara otomatis, bukan dengan kebebasan karena hewan tidak memiliki jiwa sebagai dasar kemandirian substansi. Adapun kesamaan antara hewan dan manusia adalah pada jasmani atau tubuhnya, karena itu bisa dikatakan bahwa sesungguhnya tubuh manusiapun sebenarnya berjalan secara otomatis dan tunduk kepada hukum-hukum alam.
Descartes selanjutnya menyebut tubuh adalah sebagai L`homme machine atau mesin yang bisa berjalan secara otomatis (berjalan sendiri). Badan bisa bergerak, bernafas, mengedarkan darah dan seterusnya tanpa campur tangan pikiran atau jiwa. Perbedaannya adalah kalau pada manusia mesin ini diatur atau dikontrol oleh jiwa sementara pada hewan mesin ini berjalan secara alami atau otomatis.
Dalam hal etika, Descartes mempunyai pandangan dualitas dimana disatu sisi dikatakan manusia bebas dan independen dan disisi lainnya dikatakan bahwa kebebasan tersebut tidak independen melainkan dituntun oleh Tuhan. Descartes mengatakan, untuk mencapai jiwa yang bebas dan independen maka kita harus mengendalikan hasrat-hasrat yang ada didalam diri kita sehingga jiwa bisa menguasai tingkah laku kita sepenuhnya. Dengan menguasai atau mengontrol hasrat dan tingkah laku, manusia bisa memiliki kebebasan spiritual. Hal ini bisa terjadi karena hasrat dan nafsu seperti : cinta, kebencian, kekaguman, kegembiraan, kesedihan dan gairah dianggap sebagai keadaan pasif dari jiwa dan jika manusia mampu menaklukkan nafsu-nafsu ini maka dia akan bebas dan independen. Akan tetapi kata Descartes, yang disebut bebas dan independen dalam pengertian otonomi tersebut bukanlah bebas mutlak melainkan bebas berdasarkan penyelenggaraan Ilahi.
Pandangan Filsafat Descartes terutama tentang dasar filsafat cogito nya, selanjutnya dipercaya sebagai tonggak dimulainya filsafat rasionalis. Dengan cogito Descartes mengandaikan bahwa pikiran atau kesadaran akan melukiskan kenyataan diluar pikiran kita, dengan kata lain keadaan diluar pikiran atau kenyataan yang kita temui diluar pikiran adalah bersumber dari pikiran atau kesadaran diri kita. Dengan cara menyadari kesadaran diri kita sendiri maka kita akan mengenal dunia diluar diri kita. Pandangan Descartes tersebut dikemudian hari malah menimbulkan problem yang sangat mendasar, jika dikatakan bahwa pikiranlah yang melukiskan kenyataan diluar pikiran, namun pada kenyataan tidak disemua lukisan akan menampilkan kenyataan. Dengan kata lain, Descartes hanya berpijak kepada salah satu alat sementara alat yang lainnya (kenyataan material) diabaikan. Descartes beranggapan bahwa hanya dengan rasio atau kesadaran (cogito) maka kita akan mengenali diri dan pikiran kita, sementara kenyataannya kita masih melihat adanya ada lain di alam kenyataan
b.      David Hume
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume merupakan seorang yang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding yang terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini, Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression atau kesan yang disistematiskan), kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu, pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan (observasi) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.

6.      Jaman Modern Abad 17 hingga Abad 18
Jaman modern ini tokoh yang paling berperan adala Immanuel Khan. Ia mempunyai aliran atau filsafat ″kritik” yang tidak mau melewati batas kemungkinan pemikiran manusiawi. Rasionalisme dan empirisme ingin disintesakannya. Untuk itu ia membedakan akal, budi, rasio, dan pengalaman inderawi. Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman indrawi yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori. Struktur pengetahuan harus kita teliti. Kant terkenal karena tiga tulisan: (1) Kritik atas rasio murni, apa yang saya dapat ketahui. Ding an sich, hakikat kenyataan yang dapat diketahui. Manusia hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang kemudian oleh akal terus ditampung oleh dua wadah pokok, yakni ruang dan waktu. Kemudian diperinci lagi misalnya menurut kategori sebab dan akibat dst. Seluruh pengetahuan kita berkiblat pada Tuhan, jiwa, dan dunia. (2) Kritik atas rasio praktis, apa yang harus saya buat. Kelakuan manusia ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan mutlak: kau harus begini dan begitu. Ini mengandaikan tiga postulat: kebebasan, jiwa yang tak dapat mati, adanya Tuhan. (3) Kritik atas daya pertimbangan. Di sini Kant membicarakan peranan perasaan dan fantasi, jembatan antara yang umum dan yang khusus.

7.      Jaman Pos Modern Abad 18 hingga 19
Pada jaman ini lahir aliran positivisme. Maksud positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Tokoh aliran ini antara lain August Compte.
August Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion and Science, 1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius, metafisic dan positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya orang mulai berspekulasi tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas yang digunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik sains yang paling mendasar selain matematika.

8.      Jaman Pos Modern
Pada zaman ini lahir aliran Pragmatisme, Utilitarian, Capitalis, dan Hedonism.
a.      Pragmatisme
Pragmatisme dipelopori oleh C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.
Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya, misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey yang pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi. Ada tiga patokan yang disetujui oleh aliran ini, yaitu menolak segala intelektualisme, absolutism, dan meremehkan logika formal.
b.      Utilitarian
Utilitarianisme: Yang baik adalah yang berguna, jumlah kenikmatan- jumlah penderitaan = nilai perbuatan
Utilitarianisme, mazhab etik lainnya, punya cara untuk menunjukkan sesuatu yang paling utama bagi manusia. Menurut teori ini, bahwa kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga menghasilkan akibat-akibat sebanyak mungkin dan sedapat-dapatnya mengelakan akibat-akibat buruk. Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Menurut prinsip utilitarian Bentham: kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Prinsip kegunaan harus diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama sedangkan aspek kuantitasnya dapat berbeda-beda. Dalam pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah-jumlah terbesar(the greatest happiness of the greatest number). Menurut Bentham prinsip kegunaan tadi harus diterapkan secara kuantitatif belaka.
c.       Capitalism
Pemikiran Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yg filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Sistem ini telah banyak melahirkan malapetaka terhadap dunia. Tetapi ia terus melakukan tekanan-tekanannya dan campur tangan politis sosial dan kultural terhadap bangsa-bangsa di dunia.
Akar kapitalisme dalam beberapa hal bersumber dari fisafat Romawi Kuno. Hal itu muncul pada ambisinya untuk memiliki kekuatan dan meluaskan pengaruh serta kekuasaan.
Kapitalisme berkembang secara bertahap dari feodalisme bourgeoisme sampai kepada kapitalisme. Selama proses itu berlangsung telah berkembang berbagai pemikiran dan ideologi yg melanda dalam arus yg mengarah kepada pengukuhan hak milik pribadi dan seruan kebebasan.
Kapitalisme pada dasarnya memerangi agama. Pada mulanya bersifat pembangkangan terhadap kekuasaan gereja. Akhirnya membangkang tiap peraturan yg mengandung moral. Kapitalisme tidak mementingkan peraturan bermoral kecuali menimbulkan manfaat pada dirinya khususnya dari segi ekonomi.
d.      Hedonism
Menurut kamus Indonesia, Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yang derivasi katanya; ‘hedon’ (pleasure) dan ‘isme’. Yang diartikan sebagai paradigma berpikir yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan (any way of thinking that gives pleasure a central role). Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini, untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati. Namun waktu kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini mengalami pergeseran ke arah negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap embusan napas aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai arti mendalam.
Kedangkalan makna mulai terasa. Pemahaman negatif melekat dan pemahaman positif menghilang dalam hedonisme. Karena pemahaman hedonis yang lebih mengedepankan kebahagiaan diganti dengan mengutamakan kenikmatan. Masa depan tidak lagi terpikirkan. Saat paling utama dan berarti adalah saat ini. Bukan masa depan atau masa lalu. Hidup adalah suatu kesempatan yang datangnya hanya sekali. Karena itu, isilah dengan kenikmatan tanpa memikirkan efek jangka panjang yang akan diakibatkan. Bila terlampau memikirkan baik buruknya hidup, akan sia-sia karena setiap kesempatan yang ada akan terlewatkan.
Pandangan hedonism terangkum dalam pandangan Epicurus yang menyatakan,"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati."
Inti dari hedonism adalah sesuatu dianggap baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia (hedon).

9.      Kehidupan Praktis (kontekstual)
Pada masa ini, perkembangan filsafat diibaratkan sebagai Laut Dalam. Masing-masing orang memiliki hak tersendiri untuk memikirkan dan menelaah secara mendalam apa yang menarik perhatiannya sehingga  sesuatu itu ada di dalam pikirannya. Upakan olah pikir dan sesorang juga memiliki pemikiran sendiri-sendiri, maka pada masa ini orang bebas berfilsafat dan dapat menggambarkan suatu hal dengan cara yang berbeda dengan orang lain. Berfilsafat pada saat ini dapat dimulai dengan hal-hal yang kecil, hal-hal yang ada di sekitar kita, dan tentunya juga yang menarik perhatian kita. Perhatian ini diperlukan agar ketika berfilsafat kita dapat fokus pada filsafat tersebut. Tanpa kita terfokus, berfilasafat akan menjasi sulit.

C.    Kesimpulan
Terdapat bermacam-macam aliran filsafat yang tumbuh dari zaman ke zaman. Aliran filsafat tidak ada yang salah dan tidak ada yang paling benar karena aliran filsafat merupakan suatu pemikiran. Penggunaan aliran filsafat ini tergantung dari keadaan dan permasalahan. Oleh karena itu, pertimbangkan masalah yang kita hadapi untuk merujuk ke aliran filsafat yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar