Oleh
Siti Subekti (09301241018)
A. Pendahuluan
Filsafat merupakan
olah pikir. Oleh karena setiap orang memiliki olah pikir yang berbeda, maka
setiap orang juga dapat berfilsafat yang berbeda. Perbedaan filsafat ini tentunya
disebabkan banyak hal, misalkan lingkungan. Orang yang hidup dalam lingkungan
petani tentu memiliki filsafat yang berbeda dengan orang yang hidup di
lingkungan nelayan. Zaman pun merupakan hal yang dapat mempengaruhi olah pikir
dan filsafat seseorang. Oleh karena itu, dari zaman ke zaman, lahir suatu
aliran filsafat yang dipelopori oleh seorang tokoh. Pada zaman tertentu,
seorang tokoh memiliki suatu pendapat. Jika orang lain setuju dengan pendapat
tersebut, maka ia akan menajdi pengikutnya. Tokoh dengan ide dan pengikutnya
inilah yang mencetuskan suatu aliran filsafat.
B. Aliran
Filsafat, Tokoh, dan Idenya
1. Masa
Yunani Kuno
Periode Yunani Kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Karena pada
periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam. Para pemikir
filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan
Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Tokoh-tokoh yang berperan pada masa
ini antara lain Permenides dan Heraclitos.
a. Parmenides
Parmenides lahir di kota Elea. Dia merupakan
orang yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada (being).
Menurut pendapatnya, apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan
perubahan. Yang ada (being) itu ada, yang ada tidak dapat hilang menjadi
tidak ada, dan yang tidak ada tidak mungkin muncul menjadi ada, yang tidak ada
adalah tidak ada, sehingga tidak dapat dipikirkan Yang dapat dipikirkan
hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Jadi, yang ada (being)
itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi karena membagi yang ada akan
menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
b. Heraclitos
Ia lahir di Ephesus, ia mendapat julukan si
gelap, karena untuk menelusuri gerak pikirannya sangat sulit. Pemikiran
filsafat nya terkenal dengan filsafat menjadi. Ucapannya yang terkenal: Panta
rhei kai uden menci, artinya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus
sungai dan tidak satu orang pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali.
Alsannya, karena air sungai yang pertama telah mengalir, berganti dengan air
yang berada dibelakangnya.
Heraclitos yang mengemukakan pendapatnya bahwa segala yang ada selalu
berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang
pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang
perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan
mengubahnya sesuatu itu menjadi abu atau asap.Segala sesuatunya berasal dari
api, dan akan kembali ke api. Menurut pendapatnya, di dalam arche terkandung
sesuatu yang hidup (seperti roh) yang disebutnya sebagai logos (akal
atau semacam wahyu).
2. Masa
0 Masehi
Masa
ini disebut juga masa Yunani Klasik. Pada periode Yunani Klasik ini semakin
besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode Yunani
Klasik ini adalah Sofisme. Sofisme ini berasal dari kata sophos yang
artinya cerdik pandai. Keahlian mereka adalah dalam bidang bahasa, politik,
retorika, dan terutama tentang kosmos. Tokoh-tokoh yang berperan dalam masa ini
antara lain Plato, Socrates, dan Aristoteles.
a. Plato
Ia lahir di Athena, dengan nama asli
Aristocles. Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan
Elia. Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan
permasalahan lama: mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang
tetap (Parmenidas). Pengetahuan yang diperoleh lewat indra disebutnya pengetahuan
indra, pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan akal.
Plato menerangkan bahwa manusia itu
sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak
tetap, serta dunia ide yang bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau dunia
realitas itu adalah dunia ide. Plato mengemukakan bahwa terdapat beberapa
masalah bagi manusia yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya. Masalah
tersebut adalah sebagai berikut.
¾
Manusia
itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
¾
Tuhan
itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia.
¾
Tuhan
hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan
lain-lain.
¾
Tuhanlah
yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai
peraturan.
Plato merupakan salah satu penganut aliran idealisme, yaitu suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya,
cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia
idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea.
Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran,
yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Plato
yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan
yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masing-masing
dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan
kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya
berurutan ke bawah.
Mengenai
kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato
mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi
adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh
bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan
yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Inti
yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia.
Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda
atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma.
Puncak pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang negara, yang
tertera dalam Polites dan Nomoi. Konsepnya tentang etika sama seperti Socrates,
yaitu bahwa tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau
wellbeing).
b. Socrates
Setiap mengajarkan pengetahuannya socrates
tidak memungut bayaran kepada murid-muridnya. Maka ia dituduh oleh kaum sofis
memberikan ajaran barunya, merusak moral para pemuda, dan menentang kepercayaan
negara. Kemudian ia ditangkap dan akhirnya dihukum mati dengan minum racun pada
umur 70 tahun, yaitu pada tahun 399 SM.
Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki
manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan
rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua
hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
c. Aristoteles
Bagi Aristoteles
“ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato,
tetapi justru terletak pada kenyataan/benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai
dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”).
Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan
tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian
maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan
kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi.
Aristoteles menulis banyak bidang, meliputi logika, etika, politik, metafisika,
psikologi dan ilmu alam. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak
menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan.
Karya-karya
Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan sebagai berikut:
1)
Logika,
terdiri dari Categoriac (kategori-kategori), De interpretatione (perihal
penafsiran), Analytics Priora (Analitika logika yang lebih dahulu), Analytica
Posteriora (analitika logika yang kemudian), Topica, De
sophistics elenchis (tentang cara beragumentasi kaum Sofis)
2)
Filsafat
Alam, terdiri dari Phisica, De caelo (perihal langit), De
generatione et corruption (tentang timbul-hilangnya makhluk-makhluk
jasmani), Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya)
3)
Psikologi,
terdiri dari de anima (perihal jiwa), parva naturalia (karangan-karangan
kecil tentang pokok-pokok alamiah)
4)
biologi,
terdiri dari de partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang), de
mutu animalium (perihal gerak binatang), de incessu animalium (tentang
binatang yang berjalan), de generatione animalium (perihal kejadian
binatang-binatang)
5)
Metafisika,
oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologica.
6)
Etika,
terdiri dari Ethica Nicomachea, Magna moralia (karangan besar tentang
moral), Ethica Eudemia
7)
Politik
dan ekonomi, terdiri dari Politics, Economics
8)
Retorika
dan poetika, terdiri dari Rhetorica dan Poetica
3. Jaman
Kegelapan
Jaman ini terjadi pada Abad 12 M hingga 13 M.
Pada jaman ini, pendapat para pemikir terbelenggu dalam suasana gereja dan
kebijaksanaan gereja. Manusia tidak bisa menentukan dan mengembangkan
pendapatnya sendiri. Pemikiran yang dihasilkan selalu diawasi dan disensort
oleh gereja. Apabila ada yang tidak sesuai dengan garis-garis yang ditentukan
gereja, apalagi bertentangan dengan kepentingan gereja, mati adalah yang
terbaik bagi pemikir itu. Oleh karenanya, dominasi gereja sangat kuat.
Pandangan dunia klasik era Plato dan
Aristoteles yang bersifat kosmos alam, rasional, bermoral, dan hanya diketahui
oleh pikiran manusia, berubah 180 derajat di era Scholastik ini. Pandangan
dunia ini tergantikan dengan supranatural gereja, yang sumbernya adalah wahyu
dari surga, serta keyakinan fundamental tentang, seperti inkarnasi dan
Trinitas, adalah dogma yang harus diterima dengan keyakinan, melampaui kekuatan
pikiran manusia unuk menjelaskan atau membuktikannya.
Filsafat Abad Kegelapan ini terbagi menjadi
tiga fase yaitu :
- Fase Pertama adalah peralihan dari filsafat Yunani ke filsafat Pertengahan, sekitar abad ke IV – IX M. Dan tokoh yang muncul adalah St. Augustinus (+ 354 – 430 M.) dan Dionisius, uskup dari Syiria (+ 360 M). Era ini sering disebut Platonis-Masehi.
- Fase Kejayaan, yaitu kisaran abad ke-XII M. Dengan tokoh yang muncul seperti Scott Eriugena (+ abad ke-IX M.), St. Anselmus, sosok Platonist yang apologist dan theologis (+ abad ke-XI M.) dan Thomas Aquinas (+ abad ke-XIII M.) Era ini ditandai dengan penyalinan buku-buku filsafat dari Dunia Arab (Islam) ke Eropa.
- Fase Kemunduran, pada kisaran abad ke-XIV M. Tokoh yang terkenal adalah Nicolous Cusanus (1401 – 1404 M). Era ini ditandai dengan munculnya kebencian pada pandangan murni dan beralih ke kenyataan, dan lebih dikenal dengan sebutan Fase Nominalisme.
Dari
sini, cirri khas yang bisa dikenal dalam pembahasan filsafat Era Pertengahan
ini adalah dengan :
-
Cara
berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.
-
Berfilsafat
dalam lingkungan ajaran Aristoteles dan Plato.
-
Berfilsafat
dengan menggunakan pendapat Augustinus dan lain-lain tanpa ada kritik.
Pemikir
pada abad ini, lebih condong pada pemikiran filsafat Neo-Platonist dan
Aristoteles. Penemuan ilmu dapat berasal dari hasil empiris, seperti hal
Ptolomues memperhatikan perpindahan kemunculan bintang di langit hingga
Ptolomeus berpendapat bahwa bumi merupakan pusat dari jagad raya dan paham
tersebut menjadi ilmu dan didukung oleh gereja.
4. Jaman
pengerahan
Paham
Ptolomeus dibantah oleh Nicolaus Copernicus, yang berpendapat bahwa mataharilah
yang menjadi pusat dari tata surya di jagar raya ini dan keberanian Copernicus
membantah absolutisme gereja merupakan hal yang revolusioner dalam ilmu
pengetahuan hingga moment tersebut banyak para ahli mengatakan bahwa saat itu
disebut revolusi intelektual.
5. Jaman
Modern Abad 16 awal
Jaman
ini terdiri atas dua aliran filsafat, yaitu Rasionalisme dengan tokohnya Rene
Descartes dan Empirisme dengan tokohnya David Hume. Selain itu, muncul juga
aliran Materialism, yaitu suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya
bertitik tolak dari pada materi (benda). Materialisme memandang bahwa benda itu
primer sedangkan ide ditempatkan di sekundernya. Sebab materi ada terlebih
dahulu baru ada ide. Pandangan ini berdasakan atas kenyataan menurut proses
waktu dan zat.
a. Rene
Descartes
Descartes mengatakan bahwa
aku itu terdiri dari dua substansi, yakni substansi jiwa dan substansi jasmani
atau materi. Descartes selanjutnya membedakan antara substansi manusia dan
hewan pada rasio atau jiwanya.
Descartes mengatakan,
manusia memiliki kebebasan yang mana tidak dimiliki oleh hewan. Hewan dalam perilakunya
selalu terbentuk secara otomatis, bukan dengan kebebasan karena hewan tidak
memiliki jiwa sebagai dasar kemandirian substansi. Adapun kesamaan antara hewan
dan manusia adalah pada jasmani atau tubuhnya, karena itu bisa dikatakan bahwa
sesungguhnya tubuh manusiapun sebenarnya berjalan secara otomatis dan tunduk
kepada hukum-hukum alam.
Descartes selanjutnya
menyebut tubuh adalah sebagai L`homme
machine atau mesin yang bisa berjalan secara otomatis (berjalan sendiri).
Badan bisa bergerak, bernafas, mengedarkan darah dan seterusnya tanpa campur
tangan pikiran atau jiwa. Perbedaannya adalah kalau pada manusia mesin ini
diatur atau dikontrol oleh jiwa sementara pada hewan mesin ini berjalan secara
alami atau otomatis.
Dalam hal etika, Descartes
mempunyai pandangan dualitas dimana disatu sisi dikatakan manusia bebas dan
independen dan disisi lainnya dikatakan bahwa kebebasan tersebut tidak
independen melainkan dituntun oleh Tuhan. Descartes mengatakan, untuk mencapai
jiwa yang bebas dan independen maka kita harus mengendalikan hasrat-hasrat yang
ada didalam diri kita sehingga jiwa bisa menguasai tingkah laku kita
sepenuhnya. Dengan menguasai atau mengontrol hasrat dan tingkah laku, manusia
bisa memiliki kebebasan spiritual. Hal ini bisa terjadi karena hasrat dan nafsu
seperti : cinta, kebencian, kekaguman, kegembiraan, kesedihan dan gairah
dianggap sebagai keadaan pasif dari jiwa dan jika manusia mampu menaklukkan
nafsu-nafsu ini maka dia akan bebas dan independen. Akan tetapi kata Descartes,
yang disebut bebas dan independen dalam pengertian otonomi tersebut bukanlah
bebas mutlak melainkan bebas berdasarkan penyelenggaraan Ilahi.
Pandangan Filsafat
Descartes terutama tentang dasar filsafat cogito nya, selanjutnya dipercaya
sebagai tonggak dimulainya filsafat rasionalis. Dengan cogito Descartes
mengandaikan bahwa pikiran atau kesadaran akan melukiskan kenyataan diluar
pikiran kita, dengan kata lain keadaan diluar pikiran atau kenyataan yang kita
temui diluar pikiran adalah bersumber dari pikiran atau kesadaran diri kita.
Dengan cara menyadari kesadaran diri kita sendiri maka kita akan mengenal dunia
diluar diri kita. Pandangan Descartes tersebut dikemudian hari malah
menimbulkan problem yang sangat mendasar, jika dikatakan bahwa pikiranlah yang
melukiskan kenyataan diluar pikiran, namun pada kenyataan tidak disemua lukisan
akan menampilkan kenyataan. Dengan kata lain, Descartes hanya berpijak kepada
salah satu alat sementara alat yang lainnya (kenyataan material) diabaikan.
Descartes beranggapan bahwa hanya dengan rasio atau kesadaran (cogito) maka
kita akan mengenali diri dan pikiran kita, sementara kenyataannya kita masih
melihat adanya ada lain di alam kenyataan
b.
David
Hume
David Hume lahir di
Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume
merupakan seorang yang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya
tepentingnya ialah an encuiry concercing
humen understanding yang terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Aliran empririsme nyata
dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber
utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang
menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh
karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas
dan sempurna. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh
pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan
yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera
kita.
Pemikiran empirisnya
terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya
selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini, Hume
menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari
rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah
dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu
melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression atau kesan yang
disistematiskan), kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu, pemikiran Hume
ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam
pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan (observasi) dan
uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian
pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.
6. Jaman
Modern Abad 17 hingga Abad 18
Jaman modern ini tokoh yang paling berperan adala Immanuel Khan. Ia mempunyai
aliran atau filsafat ″kritik” yang tidak mau melewati batas kemungkinan
pemikiran manusiawi. Rasionalisme dan empirisme ingin disintesakannya. Untuk
itu ia membedakan akal, budi, rasio, dan pengalaman inderawi. Pengetahuan
merupakan hasil kerja sama antara pengalaman indrawi yang aposteriori dan
keaktifan akal, faktor priori. Struktur pengetahuan harus kita teliti. Kant
terkenal karena tiga tulisan: (1) Kritik atas rasio murni, apa yang saya dapat
ketahui. Ding an sich, hakikat kenyataan yang dapat diketahui. Manusia hanya
dapat mengetahui gejala-gejala yang kemudian oleh akal terus ditampung oleh dua
wadah pokok, yakni ruang dan waktu. Kemudian diperinci lagi misalnya menurut
kategori sebab dan akibat dst. Seluruh pengetahuan kita berkiblat pada Tuhan,
jiwa, dan dunia. (2) Kritik atas rasio praktis, apa yang harus saya buat. Kelakuan
manusia ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan mutlak: kau harus begini
dan begitu. Ini mengandaikan tiga postulat: kebebasan, jiwa yang tak dapat
mati, adanya Tuhan. (3) Kritik atas daya pertimbangan. Di sini Kant
membicarakan peranan perasaan dan fantasi, jembatan antara yang umum dan yang
khusus.
7. Jaman
Pos Modern Abad 18 hingga 19
Pada
jaman ini lahir aliran positivisme. Maksud positif adalah segala gejala dan
segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif.
Tokoh aliran ini antara lain August Compte.
August Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion and
Science, 1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius,
metafisic dan positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan
postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap
berikutnya orang mulai berspekulasi tentang metafisika dan keberadaan wujud
yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan
sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik. Tahap terakhir
adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas yang digunakan diuji
secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah
karakteristik sains yang paling mendasar selain matematika.
8. Jaman
Pos Modern
Pada zaman ini lahir aliran Pragmatisme,
Utilitarian, Capitalis, dan Hedonism.
a. Pragmatisme
Pragmatisme dipelopori oleh
C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan
Richard Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis
yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis
dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu
haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan
aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab
pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan
merupakan tujuan.
Pada awalnya pragmatisme
dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan
lainnya, misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk
klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa
sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan
ini kemudian disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang mempopulerkan
pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi kebenaran dengan
area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan nilai-nilai
kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis
dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey yang pragmatis
dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir
kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari pragmatisme
yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme
memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah
yang dihadapi. Ada tiga patokan yang disetujui oleh aliran ini, yaitu menolak
segala intelektualisme, absolutism, dan meremehkan logika formal.
b. Utilitarian
Utilitarianisme: Yang baik adalah yang
berguna, jumlah kenikmatan- jumlah penderitaan = nilai perbuatan
Utilitarianisme,
mazhab etik lainnya, punya cara untuk menunjukkan sesuatu yang paling utama
bagi manusia. Menurut teori ini, bahwa kita harus bertindak sedemikian rupa
sehingga menghasilkan akibat-akibat sebanyak mungkin dan sedapat-dapatnya
mengelakan akibat-akibat buruk. Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki
kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau
buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin
orang. Menurut prinsip utilitarian Bentham: kebahagiaan terbesar dari jumlah
orang terbesar. Prinsip kegunaan harus diterapkan secara kuantitatif, karena
kualitas kesenangan selalu sama sedangkan aspek kuantitasnya dapat
berbeda-beda. Dalam pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas adalah
kebahagiaan terbesar dari jumlah-jumlah terbesar(the greatest happiness of
the greatest number). Menurut Bentham prinsip kegunaan tadi harus diterapkan
secara kuantitatif belaka.
c. Capitalism
Pemikiran Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yg filsafat
sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan hak milik
pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Sistem
ini telah banyak melahirkan malapetaka terhadap dunia. Tetapi ia terus
melakukan tekanan-tekanannya dan campur tangan politis sosial dan kultural
terhadap bangsa-bangsa di dunia.
Akar kapitalisme dalam beberapa hal bersumber dari fisafat
Romawi Kuno. Hal itu muncul pada ambisinya untuk memiliki kekuatan dan
meluaskan pengaruh serta kekuasaan.
Kapitalisme berkembang secara bertahap
dari feodalisme bourgeoisme sampai kepada kapitalisme. Selama proses itu
berlangsung telah berkembang berbagai pemikiran dan ideologi yg melanda dalam
arus yg mengarah kepada pengukuhan hak milik pribadi dan seruan kebebasan.
Kapitalisme pada dasarnya memerangi
agama. Pada mulanya bersifat pembangkangan terhadap kekuasaan gereja. Akhirnya
membangkang tiap peraturan yg mengandung moral. Kapitalisme tidak mementingkan
peraturan bermoral kecuali menimbulkan manfaat pada dirinya khususnya dari segi
ekonomi.
d. Hedonism
Menurut kamus Indonesia, Hedonisme berasal
dari bahasa Yunani yang derivasi katanya; ‘hedon’ (pleasure) dan ‘isme’. Yang diartikan sebagai paradigma berpikir
yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan (any way of thinking that gives pleasure a central role). Hedonisme
adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini, untuk
menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam
kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam
perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa
disertai penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa,
hidup miskin, bahkan menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati. Namun
waktu kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini mengalami
pergeseran ke arah negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak
mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap embusan napas aliran tersebut.
Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai arti mendalam.
Kedangkalan makna mulai terasa. Pemahaman
negatif melekat dan pemahaman positif menghilang dalam hedonisme. Karena
pemahaman hedonis yang lebih mengedepankan kebahagiaan diganti dengan
mengutamakan kenikmatan. Masa depan tidak lagi terpikirkan. Saat paling utama
dan berarti adalah saat ini. Bukan masa depan atau masa lalu. Hidup adalah
suatu kesempatan yang datangnya hanya sekali. Karena itu, isilah dengan
kenikmatan tanpa memikirkan efek jangka panjang yang akan diakibatkan. Bila
terlampau memikirkan baik buruknya hidup, akan sia-sia karena setiap kesempatan
yang ada akan terlewatkan.
Pandangan hedonism terangkum dalam pandangan
Epicurus yang menyatakan,"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah
nafsumu, karena besok engkau akan mati."
Inti dari hedonism adalah sesuatu dianggap
baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia (hedon).
9. Kehidupan
Praktis (kontekstual)
Pada masa ini, perkembangan filsafat diibaratkan sebagai Laut Dalam. Masing-masing
orang memiliki hak tersendiri untuk memikirkan dan menelaah secara mendalam apa
yang menarik perhatiannya sehingga
sesuatu itu ada di dalam pikirannya. Upakan olah pikir dan sesorang juga
memiliki pemikiran sendiri-sendiri, maka pada masa ini orang bebas berfilsafat
dan dapat menggambarkan suatu hal dengan cara yang berbeda dengan orang lain.
Berfilsafat pada saat ini dapat dimulai dengan hal-hal yang kecil, hal-hal yang
ada di sekitar kita, dan tentunya juga yang menarik perhatian kita. Perhatian
ini diperlukan agar ketika berfilsafat kita dapat fokus pada filsafat tersebut.
Tanpa kita terfokus, berfilasafat akan menjasi sulit.
C. Kesimpulan
Terdapat bermacam-macam aliran filsafat yang tumbuh dari zaman ke zaman.
Aliran filsafat tidak ada yang salah dan tidak ada yang paling benar karena
aliran filsafat merupakan suatu pemikiran. Penggunaan aliran filsafat ini
tergantung dari keadaan dan permasalahan. Oleh karena itu, pertimbangkan
masalah yang kita hadapi untuk merujuk ke aliran filsafat yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar